KONFLIK
PERTAMBANGAN
|
Ungkapan dimana ada tambang disitu ada masalah,
sudah menjadi cerita lama bagi masyarakat Kaltim. Di Malinau protes keras
dilancarkan masyarakat dari beberapa desa yang bermukim di sepanjang bantaran
Sei Malinau.
Perusahaan tambang yang melakukan kegiatan
penambangan di kawasan hulu sungai Malinau wilayah Kecamatan Malinau Selatan
itu, diketahui melakukan pembuangan limbah tambang di sungai Malinau.
Kelompok masyarakat yang menamakan diri, Masyarakat
Peduli lingkunghan Hidup itu, melakukan aksi protes kepada perusahaan di
depan Kantor Bupati Malinau. Mengapa di Kantor Bupati Malinau masyarakat
melakukan aksi protes.
Dalam orasinya, masyarakat mendesak Pemerintah
Kabupaten Malinau untuk bertindak tegas sesuai peraturan dan
perundang-undangan yang berlaku terhadap tiga perusahaan batubara yang menjadi
biang kerok terjadinya pencemaran lingkungan di Kabupaten Malinau.
PT Kayan Putra Utama Coal (KPUC), PT Karindo dan PT
Bara Dinamika Muda Sukses (BDMS) dipastikan melakukan kegiatan pembuangan
limbah di sungai Malinau. Hal itu dikatakan warga, karena sejak tiga
perusahaan itu melakukan kegiatan penambangan, masyarakat disekitar bantaran
sungai yang secara langsung mengkonsumsi air sungai sebagai kebutuhan
sehari-hari mengalami gangguan kesehatan.
“Sejak perusahaan tambang itu beroperasi di hulu
sungai, masyarakat mengalami gangguan kesehatan. Gagal ginjal, gangguan
pernapasan, diare, gatal-gatal dan gangguan kulit lainnya menjadi riil
masyarakat disepanjang bantaran sungai Malinau. Hal ini kami menilai, pihak
perusahaan secara tidak langsung membunuh masyarakat di Malinau saecara
perlahan-lahan.” Ujar Marthen koodinator demo.
“Stop pencemaran”. Itulah permintaan para demonstran
yang gerah terhadap perusahaan yang menurut mereka, selama ini tidak peduli
atas permasalahan yang ditimbulkan, terutama masalah pencemaran air sungai
Malinau yang merupakan satu-satunya sumber air minum masayarakat di
Kabupaten Malinau.
“Akibat pencemaran ini, selain mengganggu kesehatan
masyarakat, ekosistim di sepanjang sungai tersebut juga mulai musnah akibat
racun limbah yang dihanyutkan perusahaan melalui aliran sungai tersebut,”
urai Marteh.
Dengan kondisi tersebut, para pendemo meminta kepada
Pemerintah Kabupaten Malinau segerah memindakan Antake PDAM di Desa
Pulau Sapi ke Sungai Mentarang yang di nilai layak airnya untuk di konsumsi
masyarakat setempat.
Tidak hanya itu. Pemkab Malinau juga diminta untuk
segera mengeluarkan perintah penghentian sementara seluruh kegiatan atau
aktivitas perusahaan hingga tuntutan terpenuhi.
Apa saja permintaan masyarakat kepada perusahaan
tambang. Perusahaan diminta untuk menerapkan sistim pengelolaan limbah
batubara sesuai ketentuan dalam dokumen AMDAL yang dimiliki.
Perusahaan juga diminta untuk melepaskan bibit ikan
Mas dan ikan Patin di sungai tersebut sebanyak 5 ribu benih pada setiap tahun
dan berlaku selama sepuluh tahun, yang disaksikan bersama oleh masayarakat
setempat.
Tuntutan lain dari masyarakat kepada perusahaan
adalah membayar kompensasi kerugian materiil dan non materiil kepada
masayarakat yang terkena dampak lingkungan ( Limba batubara) senilai
Rp.5.000,000,000,- (Lima Miliyar Rupiah).
”Apabila tuntutan tersebut tidak di penuhi
pihak perusahaan, maka kami akan menuntut Pemerintah Malinau untuk
menghentikan secara total dengan mencabut izin seluruh kegiatan eksploitasi
tambang batubara di daerah aliran sungai Malinau,” tegas Marthen.
Aksi yang digelar akhir Juni lalu (26/6) menyedot
perhatian aparat keamanan disana. Personil gabungan yang terdiri dari
anggota Kepolisian Polres Malinau, Satpol PP, serta anggota Kodim 0910
Malinau disiagakan untuk mengamankan aksi masa tersebut.
Bagaimana tanggapan Pemkab Malinau terhadap demo
tersebut. Wakil Bupati Malinau Topan Ambrulah yang didamping Kapolres Malinau
dan Sekretaris Kabupaten Malinau Adri Paton, dihadapan para demonstra secara
singkat Topan menyatakan Pemerintah akan segerah mengambil langka-langka
dalam menyelesaikan permasalahan ini.
“Pemerintah akan segerah mengambil langka-langka
dalam menyelesaikan permasalahan ini. Pemerintah akan membentuk tim terpadu
yang akan dipimpin langsung oleh Sekertaris Kabupaten Malinau, “jelas Topan.
Tim tersebut menurut Topan, akan melibatkan semua instansi terkait termasauk
Camat, Desa, Ketua Adat serta tokoh-tokoh masyarakat di masing-masing desa.
Tugas dari tim tersebut, secara bersama-sama melakukan
peninjauan lapangan supaya mengetahui secara pasti tentang kegiatan
pengelolaan lingkungan oleh perusahaan-perusahaan tersebut.
Sehari setelah melakukan aksi protes di Kantor
Bupati Malinau, kelompok Masyarakat Peduli Lingkungan itu kembali melakukan
aksi demo di depan Kantor Polisi Resot (Polres) Malinau.
Dengan mengenakan pita merah yang diikat di kepala
dan di lengan, pendemo melakukan orasi di depan kantor Polres Malinau.
Pendemo menuntut agar Kepolisian segerah membebaskan rekan mereka
bernama Perminas yang di jemput aparat Kepolisian karena ikut dalam aksi
demontrasi tersebut.
Perminas dimintai keterangan penyidik kepolisian,
terkait pengerusakan terhadap kantor milik PT. KPUC di lokasi tambang
batubara dua hari sebelumnya (Sabtu 23/06) di Kecamatan Malinau selatan.
Aksi tersebut juga dikawal personil gabungan dari
Kepolisin, anggota Batalion Infantri 614 Raja Pandita, serta Satpol PP yang
berjumlah ratusan personil dengan peralatan lengkap.
Sebanyak 6 orang dari perwakilan para demonstran
diterima Kapolres Malinau AKBP Bayu. Ikut hadir dalam musyawara tersebut
Wakil Bupati Malinau Topan Ambrula didampingi Sekertaris Kabupaten Malinau
Andri Paton dan Asisten Pembangunan Kristian Radang.
Hasil musyawarah dengan Kapolres Malinau, akhirnya
Perminas dipersilakan untuk pulang setelah dimintai keterangannya oleh
penyidik Kepolisian Polres Malinau.
Marthen Soleman Ketua Adat Desa Pulau Sapi, juga
ikut dimintai keterangan oleh pihak kepolisian terkait aksi sebelumnya. Dalam
pernyataannya kepada Bmagazine, Marthen meminta agar kepolisian tidak hanya
mengusut pengrusakan Kantor PT Kayan Putra Utama Coal (KPUC) saja. Kepolisian
juga diminta untuk mengusut tuntas penyebab utama dari hilangnya kesabaran
masyarakat di kawasan itu.
“Kepolisian tidak hanya mengusut pengrusakan Kantor
PT Kayan Putra Utama Coal (KPUC) saja. Kepolisian juga diminta untuk mengusut
tuntas penyebab utama dari hilangnya kesabaran masyarakat di kawasan itu,
tegas Marthen.
Menyikapi aksi protes warga terkait adanya
pencemaran sungai Malinau yang dilakukan perusahaan tambang, Alviyan tokoh
pemudah Tidung Malinau seberang angkat bicara. Menurutnya selama ini,
masayarakat di Malinau sudah cukup sabar.
“Masalah pencemaran ini bukan baru bagi kami. Tahun
2010, masyarakat sudah pernah melakukan demo besar-besaran di Kantor DPRD
Malinau mengenai persoalan yang sama,” cerita Iyan.
Dijelaskan Iyan, pasca aksi pada tahun 2010,
masyarakat memberi toleransi, karena perusahan berjanji akan melakukan
perbaikan terhadap sistim pengelolahan limbah oleh perusahaan. Namun beberapa
bulan kemudian air sungai Malinau kembali tercemar hingga warga kembalih
melakukan demonstrasi.
“Kepada aparat penegak hukum di Malinau segerah usut
tuntas mengenai kegiatan atau tindakan perusahaan yang dalam aktivitasnya di
duga kuat melakukan tindakan pidana,” Ujar Iyan, yang juga ikut dalam aksi
demontrasi di depan halaman kantor Polres Malinau ketika itu.
Aksi protes yang dilakukan warga atas tindakan
perusahaan tersebut, ditanggapi Ketua Komisi III DPRD Malinau Killa Liman.
Menurutnya aksi tersebut, karena kebutuhan. Semua pihak harus melihat
persoalan ini secara obyektif.
“Air sungai Malinau adalah harapan hidup masyarakat
Malinau. Jika sungai itu dicemarkan tentu mengancam hajat hidup orang banyak.
Untuk semua pihak melihat persoalan ini secara utuh agar tidak saling
menuding siapa yang benar dan siapa yang salah,” harap Killa. @ david
arman
|
Jumat, 16 November 2012
KONFLIK PERTAMBANGAN
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tolong di perhatikan kembali lokasi" yg perlu di konservasi
BalasHapus